Rabu, 16 November 2011

BANK SYARIAH

BAB 5, AKAD-AKAD DALAM BANK SYARIAH
63
BAB 5
AKAD-AKAD DALAM BANK SYARIAH
A. ANTARA WA’AD DENGAN AKAD
Fikih muamalat Islam membedakan antara wa’ad dengan akad.
Wa’ad adalah janji (promise) antara satu pihak kepada pihak lainnya,
sementara akad adalah kontrak antara dua belah pihak. Wa’ad hanya
mengikat satu pihak, yakni pihak yang memberi janji berkewajiban
untuk melaksanakan kewajibannya. Sedangkan pihak yang diberi janji
tidak memikul kewajiban apa-apa terhadap pihak lainnya. Dalam
wa’ad, terms and condition-nya belum ditetapkan secara rinci dan
spesifik (belum well defined). Bila pihak yang berjanji tidak dapat
memenuhi janjinya, maka sanksi yang diterimanya lebih merupakan
sanksi moral.
Di lain pihak, akad mengikat kedua belah pihak yang saling
bersepakat, yakni masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan
kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih
dahulu. Dalam akad, terms and condition-nya sudah ditetapkan secara
rinci dan spesifik (sudah well-defined). Bila salah satu atau kedua
pihak yang terikat dalam kontrak itu tidak dapat memenuhi
kewajibannya, maka ia/mereka menerima sanksi seperti yang sudah
disepakati dalam akad.
Wa’ad:
1. Janji (promise) antara satu pihak kepada pihak
lainnya (hanya mengikat satu pihak)􀃆 one-way.
2.Terms & Condition-nya tidak well-defined; atau
3. Belum ada kewajiban yang ditunaikan oleh pihak
manapun, walaupun terms & condition-nya sudah
well-defined
BAB 5, AKAD-AKAD DALAM BANK SYARIAH
64
B. ANTARA TABARRU’ DENGAN TIJARAH
Selanjutnya, dari segi ada atau tidak adanya kompensasi, fikih
muamalat membagi lagi akad menjadi dua bagian, yakni akad
tabarru’ dan akad tijarah/mu’awadah.
I. AKAD TABARRU’
Akad tabarru’ (gratuitous contract) adalah segala macam
perjanjian yang menyangkut not-for profit transaction (transaksi nirlaba).
Transaksi ini pada hakekatnya bukan transaksi bisnis untuk
mencari keuntungan komersil. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan
tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan (tabarru’ berasal dari
kata birr dalam bahasa Arab, yang artinya kebaikan). Dalam akad
tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak
mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari
akad tabarru’ adalah dari Allah SWT, bukan dari manusia. Namun
demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta
kepada counter-part-nya untuk sekadar menutupi biaya (cover the
cost) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru’
tersebut. Tapi ia tidak boleh sedikitpun mengambil laba dari akad
tabarru’ itu. Contoh akad-akad tabarru’ adalah qard, rahn, hiwalah,
wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah,waqf, shadaqah,hadiah, dll.
Pada hakekatnya, akad tabarru’ adalah akad melakukan kebaikan
yang mengharapkan balasan dari Allah SWT semata. Itu sebabnya
akad ini tidak bertujuan untuk mencari keuntungan komersil.
Konsekuensi logisnya, bila akad tabarru’ dilakukan dengan
mengambil keuntungan komersil, maka ia bukan lagi akad tabarru’.
Ia akan menjadi akad tijarah.
Bila ia ingin tetap menjadi akad tabarru’, maka ia tidak boleh
mengambil manfaat (keuntungan komersil) dari akad tabarru’
tersebut. Tentu saja ia tidak berkewajiban menanggung biaya yang
timbul dari pelaksanaan akad tabarru’. Artinya, ia boleh meminta
pengganti biaya yang dikeluarkan dalam melaksanakan akad tabarru’.
”Memerah susu kambing sekedar untuk biaya memelihara
kambingnya”, merupakan ungkapan yang dikutip dari hadits ketika
menerangkan akad rahn yang merupakan salah satu akad tabarru’.
BAB 5, AKAD-AKAD DALAM BANK SYARIAH
65
Gambar 5.1. Skema Akad Tabarru’
Gambar 5.1. di atas memberikan skema akad-akad tabarru’
tersebut. Pada dasarnya, akad tabarru’ ini adalah memberikan sesuatu
(giving something) atau meminjamkan sesuatu (lending something).
Bila akadnya adalah meminjamkan sesuatu, maka objek
pinjamannya dapat berupa uang (lending $) atau jasa kita (lending
Akad Tabarru’􀃆
giving/lending something
giving something hibah, shadaqah, waqf, etc.
lending $
lending yourself
lending $ Qard
lending $ + collateral Rahn
lending $ to take over hiwalah
loan from other party
lending yourself now to do wakalah
something on behalf of others
wakalah, by specifying the job, wadi’ah
i.e. to provide custody
kafalah
contingent wakalah,i.e. preparing yourself
to do something if something happens
BAB 5, AKAD-AKAD DALAM BANK SYARIAH
66
yourself). Dengan demikian, kita mempunyai 3 (tiga) bentuk umum
akad tabarru’, yakni:
1. Meminjamkan Uang (lending $)
2. Meminjamkan Jasa Kita (lending yourself)
3. Memberikan sesuatu (giving something)
Ad. 1. Meminjamkan Uang (lending $)
Akad meminjamkan uang ini ada beberapa macam lagi jenisnya,
setidaknya ada 3 jenis, yakni sebagai berikut. Bila pinjaman ini
diberikan tanpa mensyaratkan apapun, selain mengembalikan
pinjaman tersebut setelah jangka waktu tertentu maka bentuk
meminjamkan uang seperti ini disebut dengan qard.1
Selanjutnya, jika dalam meminjamkan uang ini si pemberi
pinjaman mensyaratkan suatu jaminan dalam bentuk atau jumlah
tertentu, maka bentuk pemberian pinjaman seperti ini disebut dengan
rahn.
Ada lagi suatu bentuk pemberian pinjaman uang, di mana
tujuannya adalah untuk mengambil alih piutang dari pihak lain.
Bentuk pemberian pinjaman uang dengan maksud seperti ini disebut
hiwalah.
Jadi, ada tiga bentuk akad meminjamkan uang, yakni qard, rahn,
dan hiwalah.
Ad. 2. Meminjamkan Jasa Kita (lending yourself)
Seperti akad meminjamkan uang, akad meminjamkan jasa juga
terbagi menjadi 3 jenis. Bila kita meminjamkan “diri kita” (yakni jasa
keahlian/keterampilan, dsb) saat ini untuk melakukan sesuatu atas
nama orang lain, maka hal ini disebut wakalah. Karena kita melakukan
sesuatu atas nama orang yang kita bantu tersebut, maka sebenarnya
kita menjadi wakil orang itu. Itu sebabnya akad ini diberi nama
wakalah.
Selanjutnya, bila akad wakalah ini kita rinci tugasnya, yakni bila
kita menawarkan jasa kita untuk menjadi wakil seseorang, dengan
1 Istilah qard ini jangan dicampuradukkan dengan istilah qard al-hasan, karena
keduanya berbeda. Qard adalah akad untuk meminjamkan uang. Sedangkan qard alhasan
pada hakekatnya adalah sedekah, karena akad ini tidak mensyaratkan bahwa
uang yang diberikan harus dikembalikan.
BAB 5, AKAD-AKAD DALAM BANK SYARIAH
67
tugas menyediakan jasa custody (penitipan, pemeliharaan), maka
bentuk peminjaman jasa seperti ini disebut akad wadi’ah.
Ada variasi lain dari akad wakalah, yakni contingent wakalah
(wakalah bersyarat). Dalam hal ini, maka kita bersedia memberikan
jasa kita untuk melakukan sesuatu atas nama orang lain, jika terpenuhi
kondisinya, atau jika sesuatu terjadi. Misalkan, seorang dosen
menyatakan kepada asistennya demikian: “Anda adalah asisten saya.
Tugas Anda adalah menggantikan saya mengajar bila saya
berhalangan.”. Dalam kasus ini, yang terjadi adalah wakalah
bersyarat. Asisten hanya bertugas mengajar (yakni melakukan
sesuatu atas nama dosen) bila dosen berhalangan (yakni bila terpenuhi
kondisinya, jika sesuatu terjadi). Jadi asisten ini tidak otomatis
menjadi wakil dosen. Wakalah bersyarat ini dalam terminologi fikih
disebut sebagai akad kafalah.
Dengan demikian, ada 3 (tiga) akad meminjamkan jasa, yakni:
wakalah, wadi’ah, dan kafalah.
Ad. 3. Memberikan sesuatu (giving something)
Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah akad-akad sebagai
berikut: hibah,waqf, shadaqah,hadiah, dll. Dalam semua akad-akad
tersebut, si pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain. Bila
penggunaannya untuk kepentingan umum dan agama, maka akadnya
dinamakan waqf. Objek waqf ini tidak boleh diperjualbelikan begitu
dinyatakan sebagai aset waqf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah
pemberian sesuatu secara sukarela kepada orang lain.
Begitu akad tabarru’ sudah disepakati, maka akad tersebut tidak
boleh dirubah menjadi akad tijarah (yakni akad komersil, yang akan
segera kita bahas) kecuali ada kesepakatan dari kedua belah pihak
untuk mengikatkan diri dalam akad tijarah tersebut. Misalkan Bank
setuju untuk menerima titipan mobil dari nasabahnya (akad wadiah,
dengan demikian bank melakukan akad tabarru’), maka bank tersebut
dalam perjalanan kontrak tersebut tidak boleh merubah akad tersebut
menjadi akad tijarah dengan mengambil keuntungan dari jasa wadiah
tersebut.
Sebaliknya, jika akad tijarah sudah disepakati, maka akad tersebut
boleh dirubah menjadi akad tabarru’ bila pihak yang tertahan haknya
dengan rela melepaskan haknya, sehingga menggugurkan kewajiban
pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
BAB 5, AKAD-AKAD DALAM BANK SYARIAH
68
Gambar 5.2. Tijarah dan Tabarru’
Fungsi Akad Tabarru’
Akad tabarru’ ini adalah akad-akad untuk mencari keuntungan
akhirat, karena itu bukan akad bisnis. Jadi, akad ini tidak dapat
digunakan untuk tujuan-tujuan komersil. Bank syariah sebagai
lembaga keuangan yang bertujuan untuk mendapatkan laba tidak
dapat mengandalkan akad-akad tabarru’ untuk mendapatkan laba.
Bila tujuan kita adalah mendapatkan laba, maka gunakanlah akad-akad
yang bersifat komersil, yakni akad tijarah. Namun demikian, bukan
berarti akad tabarru’ sama sekali tidak dapat digunakan dalam
kegiatan komersil. Bahkan pada kenyataannya, penggunaan akad
tabarru’ sering sangat vital dalam transaksi komersil, karena akad
tabarru’ ini dapat digunakan untuk menjembatani atau memperlancar
akad-akad tijarah.
II. AKAD TIJARAH
Seperti yang telah kita singgung di atas, berbeda dengan akad
tabarru’, maka akad tijarah/mu’awadah (compensational contract)
adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for profit
transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari
keuntungan, karena itu bersifat komersil. Contoh akad tijarah adalah
akad-akad investasi, jual-beli, sewa-menyewa, dll. Gambar 5.3.
(Skema Akad-Akad) di bawah ini memberikan ringkasan yang
komprehensif mengenai akad-akad yang lazim digunakan dalam fikih
muamalah dalam bidang ekonomi.
Tijarah
X Tabarru’
Tidak boleh
boleh
BAB 5, AKAD-AKAD DALAM BANK SYARIAH
69
Gambar 5.3. Skema Akad-Akad
Pertama-tama kita harus membedakan antara wa’d dengan akad
(sudah kita bahas di bagian sebelumnya). Selanjutnya, akad ini
terbagi menjadi dua kelompok besar, yakni akad tabarru’ (akad
Wa’ad
Akad
Tabarru’
Not for profit
transaction
Tijarah
For profit transaction
1.Qard
2.Wadiah
3.Wakalah
4.Kafalah
5.Rahn
6.Hibah
7.Waqf 1. Musyarakah
(wujuh, ‘inan, abdan,
muwafadhah,
mudharabah)
2. Muzara’ah
3. Musaqah
4. Mukhabarah
Natural Certainty
Contracts
Natural
Uncertainty
Contracts
1. Murabahah
2. Salam
3. Istishna’
4. Ijarah
Teori
Pertukaran
Teori
Percampuran
BAB 5, AKAD-AKAD DALAM BANK SYARIAH
70
kebaikan) dan akad tijarah (akad bisnis). Akad tabarru’ dapat berupa
memberikan sesuatu atau meminjamkan sesuatu (uang atau jasa).
Kemudian, berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang
diperolehnya, akad tijarah pun dapat kita bagi menjadi dua kelompok
besar, yakni:
1. Natural Uncertainty Contracts; dan
2. Natural Certainty Contracts
Bagian C berikut ini akan membahas kedua bentuk akad di atas
dengan lebih rinci.
C. ANTARA NATURAL UNCERTAINTY DENGAN
NATURAL CERTAINTY CONTRACTS
Dalam bab 4 kita telah menyinggung konsep natural certainty
contracts (NCC) dan natural uncertainty contracts (NUC) dalam
kaitannya dengan teori pertukaran dan teori percampuran. Dalam
bentuk yang pertama, cash flow dan timing-nya bisa diprediksi dengan
relatif pasti, karena sudah disepakati oleh kedua belah pihak yang
bertransaksi di awal akad (fixed and predetermined). Sedangkan
dalam bentuk yang kedua sebaliknyalah yang terjadi, yakni cash flow
dan timing-nya tidak pasti karena sangat bergantung pada hasil
investasi. Tingkat return investasinya bisa positif, negatif, atau nol
(not fixed and not predetermined).
I. Natural Certainty Contracts (NCC)
Dalam NCC, kedua belah pihak saling mempertukarkan aset yang
dimilikinya, karena itu objek pertukarannya (baik barang maupun jasa)
pun harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik jumlahnya
(quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan waktu
penyerahannya (time of delivery). Jadi, kontrak-kontrak ini secara
“sunnatullah” (by their nature) menawarkan return yang tetap dan
pasti. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak jualbeli,
upah-mengupah, sewa-menyewa, dll, yakni sebagai berikut:
a. Akad Jual-Beli (Al-Bai’. Salam, dan Istishna’)
b. Akad Sewa-Menyewa (Ijarah dan IMBT)
Dalam akad-akad di atas, pihak-pihak yang bertransaksi saling
mempertukarkan asetnya (baik real assets maupun financial assets).
Jadi masing-masing pihak tetap berdiri-sendiri (tidak saling bercampur
BAB 5, AKAD-AKAD DALAM BANK SYARIAH
71
membentuk usaha baru), sehingga tidak ada pertanggungan resiko
bersama. Juga tidak ada percampuran aset si A dengan aset si B.
Yang ada misalnya adalah si A memberikan barang ke B, kemudian
sebagai gantinya B menyerahkan uang kepada A. Di sini barang
ditukarkan dengan uang, sehingga terjadilah kontrak jual-beli (al-bai’).
a. Akad Jual-Beli (Al-Bai’. Salam, dan Istishna’)
Gambar 5.4. berikut ini memberikan skema akad jual-beli (al-Bai’).
Pada dasarnya ada 4 (empat) bentuk akad al-Bai’, yakni:
1. al-Bai’ naqdan
2. al-Bai’ Muajjal
3. Salam
4. Istishna’
al-Bai’ naqdan adalah akad jual beli biasa yang dilakukan secara
tunai. (Al-Bai’ berarti jual beli, sedangkan naqdan artinya tunai).
Dalam gambar 5.3 di atas terlihat bahwa baik uang maupun barang
diserahkan di muka pada saat yang bersamaan, yakni di awal transaksi
(tunai).
Jual-beli dapat juga dilaksanakan tidak secara tunai, tapi dengan
cicilan. Jual beli cicilan ini disebut al-bai’ muajjal. Pada jenis ini,
barang diserahkan di awal periode, sedangkan uang dapat diserahkan
pada periode selanjutnya. Pembayaran ini dapat dilakukan secara
cicilan selama periode hutang, atau dapat juga dilakukan secara
sekaligus (lump-sum) di akhir periode.
Kita juga mengenal suatu akad jual beli, di mana si penjual
menyatakan dengan terbuka kepada si pembeli mengenai tingkat
keuntungan yang diambilnya. Bentuk jual-beli seperti ini dinamakan
murabahah (terambil dari kata bahasa Arab ribhu= keuntungan).
Dalam ilmu fikih, akad murabahah ini pada mulanya digunakan untuk
bertransaksi dengan anak kecil atau dengan orang yang kurang
akalnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari mereka dari penipuan.
Dewasa ini, akad murabahah pun digunakan dalam praktek perbankan
syariah, karena nasabah diasumsikan tidak begitu mengetahui teknis
perhitungan bagi hasil (dengan demikian dapat dianalogikan sebagai
orang yang kurang mengerti, seperti anak kecil). Jadi bank syariah
memberitahukan tingkat keuntungan yang diambilnya kepada
nasabah.
BAB 5, AKAD-AKAD DALAM BANK SYARIAH
72
Bentuk jual beli yang ketiga adalah jual beli salam. Dalam jual-beli
jenis ini, barang yang ingin dibeli biasanya belum ada (misalnya masih
harus diproduksi). Jual beli salam adalah kebalikan dari jual beli
muajjal. Dalam jual beli salam, uang diserahkan sekaligus di muka
sedangkan barangnya diserahkan di akhir periode pembiayaan.
Gambar 5.4. Akad Al-Bai’
Bentuk jual beli yang terakhir adalah jual beli istishna’. Akad
istishna’ sebenarnya adalah akad salam yang pembayaran atas
barangnya dilakukan secara cicilan selama periode pembiayaan (jadi
tidak dilakukan secara lump-sum di awal).
Rp
Al-Bai’ Naqdan
Rp
Salam
Rp Rp Rp Rp
Bai’ muajjal
Istishna’
Rp Rp Rp Rp Rp
BAB 5, AKAD-AKAD DALAM BANK SYARIAH
73
Akad-akad al-Bai’ ini akan kita bahas lebih lanjut di bab 7 ketika
kita membicarakan pembiayaan murabahah.
b. Akad Sewa-Menyewa (Ijarah dan IMBT)
Selain akad jual beli, dalam NCC ada pula akad sewa menyewa,
yakni akad ijarah, ijarah muntahia bittamlik (IMBT), dan ju’alah.
Skema akad sewa-menyewa ini diberikan pada gambar 5.5. di bawah
ini.
Gambar 5.5. Akad Al-Ijarah
Ijarah adalah akad untuk memanfaatkan jasa, baik jasa atas
barang ataupun jasa atas tenaga kerja. Bila digunakan untuk
mendapatkan manfaat barang, maka disebut sewa-menyewa.
Sedangkan jika digunakan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja,
disebut upah-mengupah. Sedangkan ju’alah adalah akad ijarah yang
pembayarannya didasarkan atas kinerja (performance) objek yang
disewa/diupah. Pada ijarah, tidak terjadi perpindahan kepemilikan
objek ijarah. Objek ijarah tetap menjadi milik yang menyewakan.
Namun demikian, pada zaman modern ini muncul inovasi baru
dalam ijarah, di mana si peminjam dimungkinkan untuk memiliki objek
ijarahnya di akhir periode peminjaman. Ijarah yang membuka
Ijarah
no transfer
of title
Rp Rp Rp Rp Rp
IMBT
transfer of title at
the end of period
Rp Rp Rp Rp Rp
promise to sell or
hibah at the
beginning of period
BAB 5, AKAD-AKAD DALAM BANK SYARIAH
74
kemungkinan perpindahan kepemilikan atas objek ijarahnya ini disebut
sebagai Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT).
Akad-akad al-Ijarah ini akan kita bahas lebih lanjut di bab 8 ketika
kita membicarakan pembiayaan ijarah dan IMBT.
II. Natural Uncertainty Contracts (NUC)
Dalam NUC, pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan
asetnya (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu
kesatuan, dan kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk
mendapatkan keuntungan. Di sini, keuntungan dan kerugian
ditanggung bersama. Karena itu, kontrak ini tidak memberikan
kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount)
maupun waktu (timing)-nya. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah
kontrak-kontrak investasi. Kontrak investasi ini secara “sunnatullah”
(by their nature) tidak menawarkan return yang tetap dan pasti. Jadi
sifatnya tidak “fixed and predetermined”.
Contoh-contoh NUC adalah sebagai berikut:
a. Musyarakah
(wujuh, ‘inan, abdan, muwafadhah, mudharabah)
b. Muzara’ah
c. Musaqah
d. Mukhabarah
Gambar 5.5. berikut ini memberikan ikhtisar akad-akad NUC di atas.
Akad musyarakah (atau disebut juga syirkah) mempunyai 5 (lima)
variasi, yakni: mufawadhah, ‘inan, wujuh, abdan, dan mudharabah.
Dalam syirkah mufawadhah, para pihak yang berserikat
mencampurkan modal dalam jumlah yang sama, yakni Rp X dicampur
dengan Rp X juga. Sedangkan pada syirkah ‘inan, para pihak yang
berserikat mencampurkan modal dalam jumlah yang tidak sama,
misalnya Rp X dicampur dengan Rp Y. Dalam syirkah wujuh, terjadi
percampuran antara modal dengan reputasi/nama baik seseorang
(wujuh, berasal dari kata bahasa Arab yang berarti wajah=reputasi).
Bentuk syirkah selanjutnya adalah syirkah ‘abdan, di mana terjadi
percampuran jasa-jasa antara orang yang berserikat. Misalnya ketika
konsultan perbankan syariah bergabung dengan konsultan information
technology untuk mengerjakan proyek sistem informasi Bank Syariah
Z. Dalam syirkah bentuk ini, tidak terjadi percampuran modal (dalam
BAB 5, AKAD-AKAD DALAM BANK SYARIAH
75
arti uang), tetapi yang terjadi adalah percampuran keahlian
/keterampilan dari pihak-pihak yang berserikat.
Gambar 5.6. Akad Tijarah, Natural Uncertainty Contracts
Bentuk syirkah yang terakhir adalah syirkah mudharabah. Dalam
syirkah ini, terjadi percampuran antara modal dengan jasa
(keahlian/keterampilan) dari pihak-pihak yang berserikat.
Rp X + syirkah mudharabah
Bila untung, pembagian berdasarkan kesepakatan nisbah.
S
Y
I
R
K
A
H
atau
M
U
S
Y
A
R
A
K
A
H
MUZARA’AH= Pertanian tanaman setahun
MUKHABARAH= bila bibitnya berasal dari pemilik tanah
MUSAQAT= Pertanian tanaman tahunan
Rp X +
Rp X + Rp X syirkah mufawadhah
Rp X + Rp Y syirkah inan
syirkah wujuh
+ syirkah ‘abdan
Bila rugi, pembagian berdasarkan porsi modal.
BAB 5, AKAD-AKAD DALAM BANK SYARIAH
76
Dalam semua bentuk syirkah tersebut, berlaku ketentuan sebagai
berikut: bila bisnis untung maka pembagian keuntungannya didasarkan
menurut nisbah bagi hasil yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang
bercampur. Bila bisnis rugi, maka pembagian kerugiannya didasarkan
menurut porsi modal masing-masing pihak yang bercampur.
Perbedaan penetapan ini dikarenakan adanya perbedaan
kemampuan menyerap (absorpsi) untung dan rugi. Untung sebesar
apapun dapat diserap oleh pihak mana saja. Sedangkan bila rugi,
tidak semua pihak memiliki kemampuan menyerap kerugian yang
sama. Dengan demikian, bila terjadi kerugian, maka besar kerugian
yang ditanggung disesuaikan dengan besarnya modal yang
diinvestasikan ke dalam bisnis tersebut.
Dengan demikian, dalam syirkah mufawadhah, karena porsi modal
pihak-pihak yang berserikat besarnya sama, maka besarnya jumlah
keuntungan maupun kerugian yang diterima bagi masing-masing pihak
jumlahnya sama pula.
Dalam syirkah ‘inan, karena jumlah porsi modal yang dicampurkan
oleh masing-masing pihak berbeda jumlahnya, maka jumlah
keuntungan yang diterima berdasarkan kesepakatan nisbah.
Sedangkan bila rugi, maka masing-masing pihak akan menanggung
dibagi menurut
nisbah
dibagi menurut
porsi modal
Untung
$$$$$$
Bisnis
Rugi
1. Bila untung, pembagian berdasarkan kesepakatan
nisbah.
2. Bila rugi, pembagian berdasarkan porsi modal.
BAB 5, AKAD-AKAD DALAM BANK SYARIAH
77
kerugian sebesar proporsi modal yang ditanamkan dalam syirkah
tersebut.
Dalam syirkah wujuh, bila terjadi laba, maka keuntungan pun
dibagi berdasarkan kesepakatan nisbah antara masing-masing pihak.
Sedangkan bila rugi, maka hanya pemilik modal saja yang akan
menanggung kerugian finansial yang terjadi. Pihak yang
menyumbangkan reputasi/nama baik, tidak perlu menanggung
kerugian finansial, karena ia tidak menyumbangkan modal finansial
apapun. Namun demikian, pada dasarnya ia tetap menanggung
kerugian pula, yakni jatuhnya reputasi/nama baiknya.
Dalam syirkah ‘abdan, demikian pula halnya. Bila terjadi laba,
maka laba itu akan dibagi menurut nisbah yang disepakati oleh pihakpihak
yang berserikat. Sedangkan bila terjadi kerugian, maka kedua
belah pihak akan sama-sama menanggungnya, yakni dalam bentuk
hilangnya segala jasa yang telah mereka kontribusikan.
Dalam syirkah mudharabah, bila terjadi keuntungan maka laba
tersebut dibagi menurut nisbah bagi hasil yang disepakati oleh kedua
belah pihak. Sedangkan bila rugi, maka penyandang modal (shahib almal)
yang akan menanggung kerugian finansialnya. Pihak yang
mengkontribusikan jasanya (mudharib) tidak menanggung kerugian
finansial apapun, karena ia memang tidak memberikan kontribusi
finansial apapun. Bentuk kerugian yang ditanggung oleh mudharib
berupa hilangnya waktu dan usaha yang selama ini sudah ia kerahkan
tanpa mendapatkan imbalan apapun.
Selain musyarakah, terdapat juga kontrak investasi untuk bidang
pertanian yang pada prinsipnya sama dengan prinsip syirkah. Bentuk
kontrak bagi hasil yang diterapkan pada tanaman pertanian setahun
dinamakan muzara’ah. Bila bibitnya berasal dari pemilik tanah, maka
disebut mukhabarah. Sedangkan bentuk kontrak bagi hasil yang
diterapkan pada tanaman pertanian tahunan disebut musaqat.
Pembedaan antara natural certainty contracts (NCC) dengan
natural uncertainty contracts (NUC) ini sangat penting, karena
keduanya memiliki karakteristik khas yang tidak boleh
dicampuradukkan. Bila Natural Certainty Contracts dirubah menjadi
uncertain, maka terjadilah gharar (ketidakpastian, unknown to both
parties). Dengan kata lain, kita merubah hal-hal yang sudah pasti
BAB 5, AKAD-AKAD DALAM BANK SYARIAH
78
menjadi tidak pasti. Hal ini melanggar “sunnatullah”, karena itu
dilarang.
Gambar 5.7. Riba Nasi’ah dan Gharar
Demikian pula sebaliknya dilarang, yakni bila Natural Uncertainty
Contracts dirubah menjadi certain, maka terjadilah riba nasiah. Artinya
kita merubah hal-hal yang harusnya tidak pasti menjadi pasti. Hal ini
pun melanggar sunnatullah, karena itu dilarang2. Tetapi justru hal
itulah yang dilakukan oleh perbankan konvensional dengan penerapan
sistem bunganya. Ilustrasi kejadian ini diberikan pada gambar 5.7.
berikut.
2 ”Wama tadri nafsun ma dza taksibu ghadan”, dan seorang itu tidak mengetahui apa
yang dihasilkannya esok, QS Luqman: 34.
Contracts
Natural Certainty
Contracts:
certain cash-flow, baik
amount maupun timing-nya.
(Kontrak Jual-Beli, Sewa, Upah)
Natural
Uncertainty
Contracts:
uncertain cash-flow, baik
amount maupun timingnya.
X
Gharar
X
Gharar 􀃆 (ketidakpastiaRnib, au ncertain to both parties). Bila
Natural Certainty Contracts dirubah menjadi uncertain.
Riba Nasiah 􀃆 Bila Natural Uncertainty Contracts dirubah
menjadi certain.
Riba Nasiah
BAB 5, AKAD-AKAD DALAM BANK SYARIAH
79
D. PENUTUP
Bahasan kita di bab 5 ini telah mencakup semua akad-akad fikih
muamalah Islam dalam bidang ekonomi yang lazim digunakan.
Setelah kita memiliki bekal pengetahuan akad-akad ini, maka langkah
selanjutnya adalah menerapkan konsep akad-akad tersebut ke dalam
praktek perbankan modern. Karena itu, kita harus mencoba untuk
“menerjemahkan” konsep akad-akad ini ke dalam produk-produk
perbankan. Bab selanjutnya, yakni bab 6 akan membahas produkproduk
dan jasa yang lazim ditawarkan oleh suatu bank syariah
modern.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar